BERSIAP MENJEMPUT KEMENANGAN DI PEMILU 2014

Sabtu, 02 Februari 2008

Hanya PKS Yang Tidak Mau Menerima Dana Suap

Jumat, 01 Feb 2008,
Anggota Saling Ancam

Buntut Penyidikan Dugaan Gratifikasi di DPRD Surabaya
SURABAYA - Langkah Polda Jatim memeriksa kasus dugaan gratifikasi di DPRD Surabaya membuat anggota dewan tegang. Kini, suasana bertambah runyam karena ada beberapa anggota dewan yang mengaku tidak pernah menerima bagian dari dana Rp 250 juta yang kini disidik polisi tersebut.

Beberapa anggota dewan mengecam anggota lain yang menerima uang itu, tapi tidak mau mengakui. Bahkan, sejumlah anggota dewan yang marah tersebut mulai melontarkan wacana untuk memperkarakan mereka.

Kemarin (31/1) siang, di sebuah ruang komisi, seorang anggota dewan berbicara keras soal itu. "Bagi mereka yang mengaku tidak menerima, tapi padahal menerima, akan saya laporkan soal pemberian keterangan palsu," tegas anggota dewan yang kemudian meminta agar wartawan tak memublikasikan namanya.

Padahal, di ruangan komisi tersebut ada seorang anggota dewan yang mengaku tak pernah menerima uang yang dimaksud. Anggota yang disindir itu hanya tersenyum kecut melihat hal tersebut.

Sebagaimana diberitakan, internal dewan pecah setelah kasus gratifikasi tersebut mencuat. Itu terjadi setelah ada sejumlah anggota dewan yang tak mengaku bahwa mereka menerima dum-duman uang Rp 250 juta yang diduga polisi digunakan untuk memuluskan pembahasan dana busway itu.

Menurut catatan Jawa Pos, yang mengaku tak menerima adalah Zaenab Maltufah (FPKB), Sigit Purnomo (FPDIP), Baktiono (FPDIP), dan Sugijono dari Fraksi Karya Damai.

Padahal, sebelumnya setelah kasus tersebut mencuat, ada instruksi dari hampir semua fraksi yang ada untuk satu suara. Yakni, membenarkan menerima dan mengaku bahwa itu merupakan uang japung. Kabarnya, beberapa anggota dewan yang kebetulan belum menerima pun bakal mengaku telah menerima.

Hal tersebut dibenarkan Ali Ja’cub, anggota Komisi B DPRD Surabaya. "Bahkan, kalau perlu, mereka-mereka yang tak mengaku (telah menerima, Red) itu diperiksa kembali oleh polisi," ujar anggota dewan dari FPKB tersebut.

Salman Faris, teman satu fraksi Ali Ja’cub, bahkan berkomentar lebih keras. "Mereka itu bisa dituntut karena kesaksiannya palsu. Polisi harus lebih jeli menggali informasi," tegasnya.

Ali mengungkapkan, sepengetahuan dirinya, hanya tiga legislator dari PKS (Ahmad Jabir, Ahmad Suyanto, dan Yulyani) yang betul-betul tidak menerima. "Sebab, mereka (tiga orang dari PKS, Red) masih meragukan, apakah uang japung itu diperbolehkan diterima dewan atau tidak. Aliran dana yang ada pun sejak awal tak kami alokasikan kepada mereka karena kami tahu mereka masih meragukan. Saya memang tahu persis itu," ungkapnya.

Dia juga mengomentari soal dirinya yang menjadi salah satu di antara lima orang yang diduga mempunyai "peran aktif" dalam kasus tersebut. "Itu mungkin karena saya yang membawa dan membagikan ke sejumlah teman," kata politikus yang terkenal blak-blakan tersebut. "Pancen ono perane, tapi yo peran pembantu. Peran utamane mboh sopo (memang ada perannya, tapi hanya peran pembantu. Entah siapa peran utamanya, Red)," ujarnya kemudian terkekeh.

Sebelumnya, polisi memang membidik lima anggota yang diduga mempunyai "peran aktif" dalam kasus tersebut. Selain Ali Ja’cub, empat lainnya adalah Agustin Poliana (FPDIP), Musyafak Rouf (ketua DPRD Surabaya), Husein Yassin (FPKB), dan Juniato Prastiawan (FPDIP).

Hanya, Ali tetap yakin bahwa dewan berhak menerima japung. "Kami sangat yakin. Semua aturan yang ada memperbolehkan hal tersebut. Mungkin dari kami (anggota dewan), hanya PKS yang masih belum yakin uang japung boleh diterima dewan," tegasnya.


Menyidik Tiga Aliran Dana

Pada bagian lain, penyidik Satpidkor Ditreskrim Polda Jatim kemarin kembali memeriksa lima anggota DPRD Surabaya. Yakni, Sri Hono Yularko (PDIP), Juniato Dwi Prastiawan (PDIP), Rusli Yusuf (Partai Demokrat), Masduki Toha, dan Muzammil (PKB).

Seperti penyidikan sebelumnya, mereka diperiksa mulai pukul 09.00. Tapi, kelima anggota dewan itu datang di mapolda jauh lebih pagi. Mereka datang mengendarai mobil pribadi masing-masing dan tiba di mapolda pukul 07.30.

Dalam pemeriksaan, Rusli Yusuf, Masduki Toha, dan Prastiawan diperiksa dalam satu ruangan. Sri Hono Yularko dan Muzammil diperiksa dalam ruangan berbeda. Setelah menjalani pemeriksaan sekitar 1,5 jam, mereka enggan berkomentar soal hasil pemeriksaan.

Dicegat wartawan usai pemeriksaan, Sri Hono tak banyak berkomentar. Politikus dari PDIP tersebut langsung menuju mobil. Disinggung soal dum-duman uang japung, dia berkomentar singkat. "Yang penting saya sudah memenuhi panggilan untuk diperiksa. Menerima dan tidak menerima uang japung, tanya saja ke penyidik," ujar Sri Hono sambil mempercepat berjalan ke mobil.

Satu-satunya anggota yang mau memberikan keterangan cukup panjang adalah Rusli Yusuf. Politikus dari Partai Demokrat itu mengaku dicecar 23 pertanyaan. "Saya ditanya seputar ruilslag tanah di Sememi, busway, japung, dan SSC (Surabaya Sport Center). Saya jawab saja sesuai yang saya ketahui dan alami," jelasnya sambil berteduh di depan gedung Sadpidkor.

Dikonfirmasi soal dugaan tambahan uang japung Rp 475 juta yang diserahkan sebelum Lebaran kepada dewan, Rusli Yusuf justru tidak menyangkal adanya uang tersebut. "Tadi saya lihat kuitansi itu (di penyidik, Red). Tapi Rp 470 juta, bukan Rp 475 juta. Itu kuitansi yang difotokopi dan sudah dilegalisasi. Di situ ditandatangani pak ketua (Ketua Dewan Musyafak Rouf, Red)," jelas Rusli.

Ketika disinggung soal tanggal yang tertera dalam kuitansi dengan total uang Rp 470 juta, dia mengaku tidak tahu tepatnya. Dia hanya menyatakan, kemungkinan uang itu adalah uang japung. Dugaan lain, kata dia, Polda Jatim tidak hanya menyidik soal gratifikasi. Sebab, saat pemeriksaan, diRusli juga ditanya soal SSC dan ruilslag.

Menurut dia, pemkot memiliki rencana tukar guling tanah dengan PT Indah Mayang Sari. Tanah milik pemkot seluas 1,3 hektare di Sememi akan ditukar dengan tanah seluas 3,7 hektare milik PT Indah Mayang Sari di Benowo. Namun, Rusli enggan menyebutkan nilai tukarnya. "Saya tak bisa menjelaskan detailnya," tegasnya.

Menurut seorang sumber di kepolisian, polisi memang sedang menyidik tiga aliran dana sekaligus. Yakni, uang Rp 250 juta, Rp 470 juta (bukan Rp 475 juta sebagaimana yang tertulis sebelumnya), dan Rp 500 juta. "Uang Rp 250 juta dan Rp 470 juta tersebut memang telah diakui oleh pemberi (dalam hal ini pemkot, Red). Uang tersebut diakui sebagai uang japung," katanya. Uang Rp 500 juta itu adalah uang gratifikasi yang diduga merupakan hasil suap dari seorang pengusaha.

Di bagian lain, Kanit II Satpidkor Polda Jatim Kompol Bambang Suprianto mengungkapkan bahwa pihaknya memeriksa lima anggota dewan dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan. "Namun, saya tak bisa membeberkan detailnya untuk kepentingan penyidikan," ujarnya saat ditemui di Mapolda Jatim pagi kemarin. (ano/tan)


sumber : jawapos, 1 Peb 2008

ARSIP NASKAH