BERSIAP MENJEMPUT KEMENANGAN DI PEMILU 2014

Jumat, 16 November 2007

Jabir : Lokalisasi Tutup saja, tidak perlu Direlokasi

Ahmad Jabir, Anggota DPRD Kota Surabaya dari PKS

Dewan Minta Dolly Ditutup
Sabtu, 17/11/2007
seputar-indonesia.com

SURABAYA (SINDO) – Rencana Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemkot Surabaya melakukan kajian memindah Dolly menuai kecaman.

Komisi D DPRD Surabaya menilai rencana merelokasi sama halnya dengan pemkot melegalisasi prostitusi. ”Balitbang itu tidak punya pekerjaan dan bagai mimpi di siang bolong.Padahal,Perda 7/1999 jelas mengatur dan menyebut bahwa prostitusi adalah kegiatan dan usaha ilegal.Yang benar ya harus ditutup, dan bukannya direlokasi,”tandas Ketua Komisi D DPRD Surabaya Ahmad Jabir.

Politisi asal PKS ini mengingatkan bahwa relokasi akan memunculkan masalah baru. Selain memicu munculnya ‘serpihan’ lokalisasi baru berskala kecil, juga memunculkan protes warga sekitar lokasi yang bakal menjadi tempat relokasi. Yang benar, lanjut, Dolly harus ditutup.

Lebih jauh dia menyatakan, yang pelu dilakukan Balitbang adalah mengkaji persoalan kota yang tidak kunjung teratasi, seperti banjir tahunan,kemacetan kota, besarnya angka pengangguran yang mencapai 90.000 dan masalah penting lainnya.

’’Lagi pula penilaian saya,hasil penelitian Balitbang tidak signifikan. Bagi saya, Balitbang hanyalah ‘tempat buangan’,” sambung Jabir. Politisi asli Lamongan ini lantas menegaskan akan menggalang dukungan menolak usulan anggaran pengkajian relokasi Dolly yang diajukan Balitbang lewat RAPBD 2008. Sayangnya,Kepala Balitbang Ismail Nawawi belum bisa dikonfirmasi.

Beberapa kali nomor ponselnyadihubungi, tidak tersambung. Wakil Wali Kota Surabaya Arif Afandi saat dikonfirmasi menyatakan kebijakan yang akan dilakukan Balitbang baru sebatas penelitian. Apalagi, proposal yang diajukan tidak mahal. ”Kalau Balitbang minta Rp187 juta buat penelitian, saya rasa itu tidak mahal.Penelitian itu mahal, modelnya bisa dengan survei yang tentu melibatkan banyak pihak,” kata Arif,usai rapat paripurna pandangan fraksi-fraksi atas nota rencana Perda APBD 2008, di gedung DPRD,kemarin.

Dia kemudian menuturkan, keberadaan Dolly sudah memprihatinkan karena berdekatan dan menjadi satu dengan pemukiman. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi generasi muda, khususnya anak-anak. Dia juga menggariskan, penerapan Perda 7/1999 tidak bisa dilakukan serta merta hanya mempertimbangkan aspek hukum, tapi juga aspek sosial.

Karena itu,upaya yang dilakukan pemkot saat ini mengurangi jumlah pekerja seks komersial (PSK). Caranya, dengan bekerja sama dengan masyarakat,mucikari (germo) dan PSK sendiri.PSK dan mucikari dirangkul Dinas Sosial (Dinsos) untuk dibina dan diberi pelatihan, baru kemudian diminta meninggalkan pekerjaannya.

”Meski belum ada data konkret, namun kami melihat ada pengurangan jumlah PSK di lokalisasi di Surabaya. Tapi pengurangan itu entah karena PSK sadar atau pindah ke lokalisasi lain,” sambung mantan wartawan ini.

Sementara itu, Data Dinsos Kota Surabaya menyebut, jumlah PSK di Surabaya tahun ini masih tinggi yakni mencapai 7.759 orang. Sebanyak 4.578 di antaranya berada di enam lokalisasi,seperti Tambaksari, Dupak Bangunsari, Dolly, Jarak, Sememi, dan Klakah Rejo. Sisanya, 3.181 orang tersebar di panti-panti pijat maupun jalanan. (soeprayitno)

ARSIP NASKAH