BERSIAP MENJEMPUT KEMENANGAN DI PEMILU 2014

Jumat, 16 November 2007

Siroj : Pangkas Anggaran Rutin "Ceperan" Untuk Rakyat

M. Siroj, Anggota DPRD Jatim asal PKS
surabayasore.com

SURABAYA – Kinerja para Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov Jatim kembali disorot Komisi C DPRD Jatim. Pasalnya, sumbangan dari BUMD belum mampu menopang PAD (Pendapatan Asli Daerah) Jatim dengan maksimal.

Hal ini diketahui pada laporan kontribusi sejumlah BUMD pada tahun kerja 2007 yang tidak semuanya memuaskan. Akibatnya, sejumlah target pendapatan untuk tahun RPABD 2008 tidak terpenuhi.
Beberapa data yang berhasil dihimpun, BUMD seperti PT JIM (Jatim Investtment Manajemen) tahun 2007 ternyata belum menyetorkan keuntungannya. Padahal total kucuran APBD sejak tahun 2004 untuk PT JIM APBD mencapai Rp 40,3 miliar. Tahun 2006 lalu, PT JIM hanya mampu memberikan kontribusi PAD sebesar Rp 500 juta saja.
BUMD lain yang tak banyak punya andil dalam pemasukan PAD adalah PT PWU (Panca Wira Usaha Jatim). Sejak berdiri tahun 1999 lalu, setoran labanya rata-rata pertahun tak jauh dari angka Rp 1,5 – Rp 2,6 miliar saja. Terakhir, PT PWU bahkan tak mampu memenuhi target setoran tahun 2007 yang ditetapkan Rp 2 miliar. Hanya Rp 1,75 miliar saja yang kemudian disetor ke Pemprov. Padahal modal berupa asset dan dana yang diberikan pemprov selama ini mencapai 1 triliun lebih, kemudian pada APBD 2007 minta nambah lagi Rp 35 miliar untuk pembangunan LIS (Lamongan Integrated Services). Namun kinerja PT PWU tak kunjung membaik.
Tak hanya itu, BUMD lainnya seperti PT Petrogas Jatim Utama (PJU)dengan total kucuran modal pemprov senilai Rp 25 miliar sejak 2006 lalu, masih belum mampu memberikan setoran apapun ke Pemprov. Begitu juga PT Jatim Graha Utama (JGU) yang bergerak di bidang real estate setorannya nihil. Tak sebanding dengan kucuran modal yang sudah mereka terima senilai Rp 35 miliar.
Anggota komisi C DPRD Jatim, Sudono Syueb mengatakan, dibanding dengan sumbangan PAD dari lima RSUD milik Pemprov, pendapatan BUMD Jatim ketinggalan jauh. “Seharusnya para Dirut BUMD kita harus malu karena kinerja mereka kalah jauh dengan para Dirut Orang Sakit,” ujar Sudono disela hearing dengan manajemen BUMD, Kamis (14/11) kemarin.
Dipaparkan Sudono, aset yang dimiliki BUMD rata-rata nilainya jauh lebih besar dibanding dengan aset yang dimiliki oleh RSUD milik pemprov. Ironisnya, PAD yang mampu disumbangkan ke Kas Daerah (Kasda) ternyata lebih besar RSUD. Sebagai pembanding, Bank Jatim salah satu BUMD Jatim dengan aset sekitar Rp 10 triliun hanya mampu memberikan sumbangsih PAD sebesar Rp 89 miliar dari estimasi keuntungan totalnya yang mencapai Rp 300 miliar tahun 2007 ini. Sedangkan RSU Dr. Soetomo dengan aset sebesar Rp 1,3 triliun mampu memberikan sumbangan PAD sebesar Rp. 101,170 miliar.
Lebih tragis lagi, sekelas RSUD Jiwa Menur Surabaya dengan aset hanya Rp. 100 -an miliar mampu menyumbangkan PAD sebesar Rp. 3 miliar. Padahal RSUD ini mengurusi orang gila, stress dan sejenisnya.
Jika Dibanding PT PWU dengan aset Rp.1 triliun lebih ternyata hanya mampu memberikan sumbangan PAD tak sampai Rp. 2 miliar. “Ini artinya orang sekaliber Dahlan Iskan (Dirut PT PWU) kalah dengan orang 'gila' yang ada di Menur kalau dilihat dari besarnya PAD yang disetor ke Kasda,” tegas politisi PAN ini.
Kecaman atas kinerja BUMD juga dikatakan wakil ketua DPRD Jatim, Suhartono Wijaya. Menurutnya, biaya operasional yang tinggi tidak diimbangi dengan kinerja yang maksimal. “Tak sedikit BUMD yang maunya cuma disuntik dana tanpa memberikan kontribusi maksimal,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PWU membantah pihaknya tidak bekerja maksimal. Sejumlah kendala di lapangan kerap ditemui ketika mempertahankan bisnisnya. “Mampu kita ya seperti itu, dipaksa besar juga tidak mungkin, tapi saya yakin tahun depan setoran PWU bisa mencapai 3 miliar,” ucap Dahlan.

Komisi A Temukan Usaha Memperkaya Diri

Sementara itu, pemanfaatan dana APBD ternyata disusupi kepentingan pribadi para pejabat pemprov. Hasil rapat kerja komisi A DPRD Jatim dengan sejumlah mitra kerja eksekutif menemukan sejumlah kejanggalan terkait hal itu. “Banyak pejabat berusaha memperkaya atau cari ceperan dengan cara menyelipkan pada belanja tunjangan,” kata M Siroj, anggota komisi A kemarin.
Tunjangan tersebut, lanjut Siroj, ditulis dengan mata anggaran tunjangan honorarium panitia dan honor sidang khusus kepala Satker masing-masing. Hampir tunjangan semacam itu terjadi di setiap kegiatan di seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). “Dana semacam itu tidak terlalu penting, kesanya memperkaya diri seorang kepala, tapi tetap saja dimasukkan usulan,” heran Siroj.
Dicontohkannya, tunjangan tersebut muncul pada anggaran Kepala Bakesbang (Ir Heryowianto) yang merencanakan keuntungan dari tunjangan 49 kegiatan di RAPBD 2008 hingga Rp 219,2 juta pertahun. Kemudian Kepala Biro Kepegawaian (M Munir) mampu mendapatkan ceperan dari tunjangan tersebut senilai Rp 114,6 juta pertahun. Disusul Kepala Bapemas (Soenyono) mengalokasikan untuk tunjangan rapat dan honorium kegiatan sebesar Rp 150 juta pertahun. “Ini belum dinas, badan dan Direktur BUMD yang lain, kalau ditotal bisa berapa miliar anggaran yang nyatanya digunakan untuk memperkaya pimpinannya,” keluh politisi asal PKS ini.
Untuk itu dirinya mengajak semua anggota dewan mendesak agar anggaran rutin semacam ini dipangkas minimal 20-30 persennya. “Potongan itu bisa dialihkan untuk belanja rakyat,” usulnya. (rko

ARSIP NASKAH