BERSIAP MENJEMPUT KEMENANGAN DI PEMILU 2014

Jumat, 06 Juni 2008

Anggot DPRD PKS, Yulyani Perjuangkan Retribusi yang Memihak Rakyat

Jawapos, Jum'at, 06 Juni 2008

Retribusi Sampah Mal dan Gerai Restoran Rp 50 Ribu Per Bulan

SURABAYA - Berapa besar retribusi sampah yang dibayarkan mal dan gerai restoran cepat saji setiap bulan ke pemkot? Berdasar Perda No. 4/2000, jumlahnya ternyata hanya Rp 50 ribu per bulan. Padahal, mayoritas sampah dari mal-mal adalah sampah anorganik yang relatif sulit terurai.

''Itu sangat tak adil. Bayangkan, sampah dari gerai makanan cepat saji kebanyakan adalah plastik, styrofoam, dan benda-benda yang sulit diurai lainnya,'' kata anggota Komisi B DPRD Surabaya Yulyani.

" Apalagi keuntungan yang didapat dari usahanya pasti sangat banyak,'' imbuh kader PKS tersebut.

Untuk itu, Yulyani mengusulkan agar perda tersebut direvisi. ''Ada sejumlah hal di perda tersebut yang tumpang tindih dan harus segera disesuaikan dengan kondisi sekarang,'' ucapnya. Untuk itu, Yulyani mendesak agar pembahasan perda baru tentang sampah segera dilakukan.

Yulyani memang tidak asal ngomong. Kendati sekilas bagus, perda tersebut justru menimbulkan potensi tumpang tindih mengenai kewenangan pengelola sampah. Perda tersebut menyebut empat belas institusi sekaligus. Antara lain, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Kesehatan Daerah, Dinas PU Daerah, Kantor Perindustrian, dan Kantor Pembangunan Desa. Lalu, Wakil Wali Kota, Camat, Lurah, RW, RT, Bagian Perekonomian, Perusahaan Daerah Pasar Surya, Unit Terminal Angkutan Umum, dan Badan Pelaksana Ketertiban Kota (Bapeltibta). Saat ini, sebagian besar di antara 14 instansi itu telah berubah nama. Ada juga yang dihapus.

Terobosan sebenarnya pernah dilakukan Kepala Bappeko Tri Rismaharini saat masih menjabat kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Ketika itu, Risma mengundang seluruh pengelola mal. Dia meminta pemilik mal menyesuaikan retribusi sekaligus menata pengelolaan sampahnya.

Langkah itu dipuji Yulyani. ''Upaya Bu Risma memang bagus. Tapi, lebih bagus lagi kalau ada payung hukum yang bisa menstandarkan seperti apa pengelolaan awal sampah di mal dan seberapa besar retribusinya,'' ucapnya.

Yulyani bercerita, dalam sebuah hearing, Risma (yang saat itu masih menjabat sebagai kepala DKP) setuju soal pembahasan perda sampah baru. Namun, karena UU pengelolaan sampah belum lahir, diputuskan untuk di-pending dulu sambil menunggu UU tersebut digedok. ''Dan, bulan lalu, UU Nomor 18 tentang Pengelolaan Sampah sudah disahkan. Jadi, tunggu apa lagi,'' ucapnya.

Soal pengelolaan sampah di masyarakat, Yulyani justru menyampaikan apresiasi positif. ''Saya lihat, justru sejumlah RW dan kelurahan mempunyai sistem pengelolaan sampah yang luar biasa. Seharusnya, itu dicontoh oleh mal-mal,'' tandasnya. (ano/oni)

ARSIP NASKAH