BERSIAP MENJEMPUT KEMENANGAN DI PEMILU 2014

Senin, 10 Desember 2007

Jabir : Stop Pungutan di Sekolah

Ahmad Jabir, Anggota DPRD Kota Surabaya dari PKS

Dikknas Lindungi Sekolah Bermasalah

YOS SUDARSO - Komisi D DPRD akhirnya memanggil kepala SMP 27, Sohibul Rahman dan SMP 29, Hari Purnomo serta Kepala Dinas Pendidikan Surabaya terkait dengan pungutan yang di keluhkan oleh para wali murid, Senin (10/12)
Dalam pertemuan tersebut, Plh Ka Dinas Pendikan (dindik) Surabaya Rudi Winarko menjelaskan bahwa pungutan tersebut tidak liar."Pungutan tersebut telah melalui mekanisme pembahasan dalam RAPBS. Sehingga, pungutan itu telah mendapat persetujuan dari walimurid," jelasnya.

Meski telah mendapat persetujuan, pada faktanya berbagai pungutan tersebut telah menimbulkan gejolak akibat keberatan para wali murid. Jabir mendesak agar pungutan tersebut tidak diteruskan."Karena ada komplain, seharusnya pungutan itu tidak diteruskan," ujarnya.

Politisi PKS ini menilai, banyaknya komplain walimurid atas pungutan di sekolah membuktikan ketidaktegasan dindik dalam menerapkan kebijakan. Seperti diketahui, dindik telah mengeluarkan SE yang tidak memperbolehkan pungutan dan membebaskan keluarga miskin. Selain itu, Jabir menuding tidak adanya sinkronisasi perencanaan pendidikan antara dindik dan pihak sekolah.
Untuk mengatasi terus terulangnya persoalan pungutan sekolah itu, Jabir kembali menyuarakan adanya standardisasi kebutuhan pendidikan per unit cost (per orang per bulan). "Dengan begitu, bisa ditentukan berapa kebutuhan pendidikan yang bisa dibackup APBD dan berapa kebutuhan yang dibebankan pada walimurid,"pungkasnya.
Sayangnya, dalam pertemuan yang cukup penting tersebut tidak ada satu wali murid yang dihadirkan sehingga bisa dikonfrontir dengan kepala sekolah dan dindik.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, M. Affandi, wali murid SMP 29 mengadu ke komisi D DPRD Surabaya, Senin (3/12) silam mengenai berbagai pungutan yang dianggap memberatkan wali murid.

Menurut Afandi, sejak pertama anaknya masuk ke sekolah tersebut sejumlah pungutan mulai dirasakan dirinya beserta para walimurid lainnya. Afandi menerangkan, pada awal masuk sekolah orang tua harus membayar seragam sekolah beserta atributnya sebesar Rp 420 ribu. Padahal, katanya, setelah dicek harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga pasar.

Selain seragam, biaya lain yang harus dikeluarkan walimurid adalah kewajiban membeli buku sebesar Rp 270.350. Biaya lainya adalah kewajiban membayar uang sebesar Rp 570 ribu untuk mendapatkan bimbingan Bahasa Inggris dalam kelas khusus. ''Kita sudah susah payah dengan biaya itu, belum lagi pungutan untuk biaya kegiatan yang sering diminta sekolah,'' katanya.

Beban lain yang harus ditanggung walimurid kelas VII adalah kewajiban membayar uang gedung sebesar Rp 1,3 juta pada bulan ini (Desember 2007). Terakhir, kata Afandi, bulan ini walimurid diharuskan membayar donasi sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. ''Dengan rincian biaya semacam itu jelas biaya sekolah negeri justru lebih mahal dibanding sekolah swasta kelas menengah. Selain itu, banyak kebijakan yang
menyimpang diterapkan pihak sekolah. Sayangnya, Dinas Pendidikan terkesan membiarkan hal itu terjadi,'' ujar dia.

Afandi menyontohkan, untuk biaya seragam dan pembelian buku, pihaknya sudah sempat konfirmasi dengan kepala sekolah. Kepala sekolah menjawab bahwa hal itu bukan merupakan kewajiban. Akan tetapi, lanjutnya, kenyataan di lapangan semua siswa diwajibkan untuk membeli buku dan seragam di sekolah tersebut.fik

sumber : surabayasore.com, 11 Desember 2007
url : http://www.surabayasore.com/v1/index.php?p=detilsearching&tbl=BERITA&id=8422

ARSIP NASKAH